Hai, sudah lama aku gak membuka blog ini. Well, sekarang aku mau cerita apa yang terjadi hampir setahun belakangan dan mungkin menjadi salah satu alasan aku gak buka blog ini heheh..
Bulan Agustus 2016 merupakan awal aku memulai petualangan di Bumi Pasundan ini. Seperti semua orang, euforia menjadi mahasiswa baru di institut yang cukup terkenal dengan prestasi akademiknya sangat terasa di awal-awal. Siapa yang tidak senang coba berkuliah di sini?
Di sini, aku tinggal di sebuah kos yang letaknya masih di sekitar ITB. Ini memang bukan pertama kalinya aku tinggal sendirian, jauh dari keluarga dan tempat asal. Jadi, di awal-awal aku tinggal di Bandung, aku sudah terbiasa dengan kesendirian dan mulai membangun kehidupan dengan beradaptasi terhadap lingkungan sekitar. Puji Tuhan, di sini aku cukup aktif di Bina Antarbudaya Chapter Bandung sehingga memudahkan aku untuk bertanya kepada beberapa orang yang tinggal di sini mengenai suatu hal di Bandung yang tidak aku ketahui. Selain itu, karena beberapa anak pertukaran pelajar yang seangkatan denganku dulu juga berkuliah di sini, aku juga gak terlalu merasa sendiri.
Oh iya, di sini aku juga satu kos dengan teman-teman SMA-ku. Ketika aku merasa sendiri di kamar, aku langsung beranjak menuju ke kamar mereka, bercengkeramah dari hal yang berfaedah hingga nirfaedah. Beberapa kali juga, kami pergi ke kosan teman-teman kami yang lain, sambil belajar jalan-jalan di sekitar lingkungan baruku ini.
Gimana dengan kuliahnya sendiri? Hmm... Kuliah di ITB emang bener-bener menguras pikiran dan tenaga. Waktu juga deng. When you're accepted in ITB, your senior will say like,"Welcome to the hell, guys!" Unfortunately, it's true. Mungkin ketika kamu duduk di kelas di awal-awal perkuliahan, kamu akan merasa yang paling pintar. Tapi setelah kamu mendapat hasil ujian... HEHEH sabar aja ya :) Tapi sedihnya gak lama-lama kok, seiring berjalannya waktu kami mulai beradptasi dan terbiasa dengan cara belajarnya ITB.
Kebanyakan anak-anak ITB belajar secara berkelompok, and that's what I do. Awalnya, aku emang mencoba untuk belajar sendiri, hasilnya... lihatlah betapa buruknya heheh. Akhirnya aku mencoba untuk mencari teman yang asik dan mau belajar bareng aku. Di sini aku mencoba untuk tidak sering bersama dengan teman-teman SMA ku karena aku merasa itu akan menghambat adaptasiku untuk tinggal di sini. Untungnya aku ikut unit Radio Kampus. Di situ aku menemukan beberapa teman yang asik dan mau belajar denganku. Awalnya sih cuma teman seunit yang dulu satu bimbel dengan aku di Medan, tapi di tempat kami belajar, sering kami bertemu dengan beberapa teman seunit kami yang lain sehingga kami menyatu menjadi satu kelompok belajar heheh.. Belajar kelompok di sini juga ga bentar. Sering ketika sudah mendekati ujian, kami belajar hampir setiap hari dari sore hingga esok pagi (karena pagi-sore masih kuliah). Pernah suatu hari kami belajar sampai jam 5 pagi hahah... But it's worth actually. Selain kamu bisa nambah teman dan semakin akrab dengan mereka, kamu akhirnya bisa tau beberapa materi pelajaran yang kamu ga tau, tapi temen kamu tau :)
Ngomong-ngomong tentang unit... Aku merupakan salah satu kru Radio Kampus atau biasa disingkat dengan RK. Seperti unit-unit lain, sebelum menjadi anggota unit ini, dalam unit ini menjadi kru, kami diharuskan mengikuti kaderisasi, di RK disebut sebagai pendidikan. Di unit ini, aku diterima menjadi announcer. Ini merupakan pengalaman yang sangat baru buatku. Jujur sebenernya aku masih kurang pede ngomong, bahkan sampai sekarang karena anak-anak ITB sangat kritis dan keren-keren, di situ aku kadang merasa minder. Tapi anak RK sangat sangat lucu, juga asik. Dari RK, aku banyak tau tentang tempat-tempat hang out yang bagus di Bandung, tempat makan yang enak, film atau musik yang baru keluar, dll. Aku bener-bener merasa up-to-date di sini. Walaupun begitu, kalau lagi serius, kayak musyawarah atau forum gitu, mereka bener-bener serius. Dari situ, aku jadi banyak belajar dari mereka tentang berorganisasi dan berpikir kritis dan kreatif.
Selain RK, aku juga lumayan aktif di Persekutuan Mahasiswa Kristen atau biasa disingkat PMK. PMK ITB membuat aku emang bener-bener bertumbuh secara rohani. Aku merasa lebih mengenal Tuhan sekarang dibandingkan yang dulu. Well, you know, anak ITB itu sangat ambis (read: rajin) dalam akademik sehingga banyak kehidupan sosial mereka sangat kurang, akibatnya mereka merasa sendiri dan ada kekosongan di dalam diri mereka. That's the point, guys. You need God, aku merasa butuh Tuhan dalam diriku. Di PMK, aku aktif di Divisi Pelayan Khusus (PK), tugasnya seperti menjenguk orang sakit, menghibur orang yang lagi sedih dan menjadi penyambut orang yang datang ke ibadah PMK setiap Jumat.
Hari berganti hari, bulan berganti bulan, kini aku akan memasuki tahun kedua. Katanya sih besok bakal pengumuman jurusan. Hopefully I get the one that I want the most! I won't tell what it is anyway heheh... Dari pertengahan Mei kemarin, sebenarnya aku udah libur, tapi aku belum balik karena masih harus mengikuti beberapa diklat yang merupakan persyaratan untuk menjadi panitia OSKM (Orientasi Studi Keluarga Mahasiswa), semacam ospek gitu, mahasiswa 2017.
By the way, sekarang kan lagi puasa. Di daerah kosan aku, ga ada warung makan yang buka pagi-pagi. Jadi untuk sarapan aku harus bangun jam 3 pagi untuk beli makan (sahur). Such a great experience actually, belum pernah ngerasain begini, tapi gapapa sih, that's what we call as tolerance, right?
Sudah hampir setahun aku berada di sini, banyak sekali perubahan yang aku rasa di dalam diriku. Lika-liku dalam kehidupan juga semakin banyak untuk mengasah kepribadianku menjadi manusia yang kuat. Tapi hidup harus terus berlanjut kan? Aku percaya, semua badai pasti akan berlalu dan suatu hari, aku akan benar-benar menjadi manusia kuat, hebat dan bisa menginspirasi setiap orang.
Bandung, 4 Juni 2017.
00:09
My World
Life begins at the end of your comfort zone
Sunday, June 4, 2017
Monday, January 9, 2017
Mencari Secercah Harapan Menuju Perguruan Tinggi
Hari ini saya datang ke tempat bimbel saya dulu dengan tujuan untuk memotivasi adik-adik yang akan mengikuti berbagai ujian untuk mendapatkan bangku di perguruan tinggi, khususnya perguruan tinggi negeri (PTN). Sangat senang rasanya bisa kembali ke tempat ini dengan status sebagai mahasiswa ITB. Ketika saya mulai memijakkan kaki di tempat ini, memori-memori saya di tempat ini bersama tentor-tentor dan teman-teman seperjuangan mulai bermunculan. Ada banyak sekali kenangan-kenangan suka maupun duka di sini bersama mereka, tertawa bersama, berdoa bersama bahkan menangis bersama karena rasanya tidak kuat dengan beban yang semakin berat menghadapi ujian masuk PTN dulu.
Saat saya dan teman-teman saya diberi kesempatan untuk berbicara dengan adik-adik disana, kami memulainya dengan perkenalan dan bertanya, akan kemana mereka melanjutkan studinya. Banyak yang menjawab ingin masuk ITB, ada pula yang ingin masuk UI, UGM! Semua yang mereka sebutkan merupakan universitas favorit di negeri ini. Saya pun mulai bercerita bahwa saya sempat ketinggalan setahun oleh teman-teman saya yang membuat saya sedikit cemburu ketika melihat teman-teman saya sudah memakai jaket almamater universitas mereka, pergi dengan baju bebas dan pulang ke kos masing-masing hingga larut malam karena mengerjakan tugas. Bermula dari situ yang membuat tekad saya untuk lebih serius dengan tahun "perjuangan" saya.
Ketika semester dua dimulai, saya semakin merasa tertekan dengan beban-beban yang ada pada saya. Walaupun saat itu masih bulan Januari, tapi saya sudah mulai merasakan atmosfer perang untuk mendapatkan kursi di PTN. Keluarga saya pun sangat berharap kepada saya karena saya adalah anak terakhir di keluarga saya dan ketiga kakak-abang saya sudah duduk di PTN-PTN yang cukup diminati oleh seluruh penjuru negeri. Jujur selama semester satu, ketika saya berdoa setiap malam, saya sering menyucurkan air mata, tetapi entah kenapa saat semester dua itu tak ada sedikit pun air mata yang menetes, rasanya perjuangan yang semakin berat itu tak tertangisi lagi oleh saya.
Hari demi hari berlalu, saat pengumuman I undangan (masuk tidaknya saya ke dalam 75% ranking paralel), saya dinyatakan tidak lulus. Dari situ, saya mulai menambah semangat belajar saya, tak lupa saya terus berdoa kepada Tuhan agar Ia memberikan yang terbaik kepada saya. Ketika melihat teman-teman saya yang lulus undangan, ada rasa sedikit "down' memang karena dulunya saya sering belajar bersama mereka, kini saya hanya belajar dengan beberapa orang saja, bahkan sempat sendiri. Sakit rasanya memang, tapi saya percaya Tuhan memiliki rencana yang besar buat saya.
Rasanya memang usaha saya sudah cukup besar, banyak orang yang mengatakan saya bahkan gila karena jam belajar saya hampir 24 jam, rumah hanya sebagai tempat singgah untuk tidur dan mandi yang semuanya jika dihitung hanya sekitar 5-6 jam saja di sana, selebihnya saya habiskan waktu di sekolah dan bimbel, begitu setiap harinya. Tetapi, saya juga cukup kecewa dengan hasil SBMPTN saya ketika diperiksa oleh tentor-tentor saya pada hari yang sama dengan ujian SBMPTN tersebut. Saya kira saya pasti tidak lulus. Kalau lulus, pasti di pilihan kedua atau ketiga.
Salah satu tentor saya pernah berkata di hari saya terakhir belajar di bimbel saya, "Apabila Tuhan telah membukakan pintu bagi kamu, tidak akan ada yang bisa menutupnya. Apabila Tuhan telah mengangkat kamu, tidak akan ada yang bisa menurunkanmu. Percayalah kepada-Nya." Puji Tuhan, mujizat itu nyata! Pernyataan dari tentor saya tersebut benar adanya dan kini saya lulus di FTI ITB melalui jalur SBMPTN.
Dulu saya sempat bergumul memang untuk mengambil jurusan IPA, IPS, atau IPC di ujian masuk PTN ini. Setelah saya mendoakannya, saya memilih jurusan IPA di SBMPTN dengan pilihan pertama FTI ITB dan IPC di Utul UGM dengan pilihan pertama HI. Setelah menjalani kedua ujian tersebut, saya merasa saya lebih bisa mengerjakan soal Utul UGM tersebut dan merasa percaya diri untuk masuk di Hubungan Internasional atau at least pilihan kedua (Teknik Industri) atau ketiga saya (Ilmu Komunikasi). Ternyata Tuhan memilihkan saya yang terbaik untuk lulus di SBMPTN dengan pilihan pertama saya dan Ia tidak membuat saya bingung lagi dengan tidak meluluskan saya di Utul UGM. Sampai saat ini saya memang merasa FTI merupakan pilihan terbaik buat saya dan saya sangat senang berada di sini.
Saya juga sempat bilang ke adik-adik tersebut untuk mulai mencari jurusan yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka dari sekarang karena memilih jurusan sangatlah lama menurut saya. Setelah itu mulai didoakan dan tak lupa untuk bilang ke orang tua pilihan mereka dan alasan memilihnya. Dukungan orang tua juga sangat kita perlukan. Puji Tuhan orang tua saya selalu mendukung saya apapun pilihan saya kalau memang menurut saya itu yang terbaik, Tetapi saya juga sempat menceritakan teman saya yang ingin sekali masuk suatu jurusan tetapi kedua orang tuanya kurang setuju dengan pilihan tersebut. Akhirnya dia memang tidak masuk ke jurusan yang diinginkannya, malah lulus di pilihan yang diinginkan oleh orang tuanya.
Mendekatkan diri dengan Yang Mahakuasa juga harus mulai dibina semenjak sekarang. Ini memang bukan berarti di saat mendesak seperti ini saja kita mulai melakukan ini, tapi memang sudah seharusnya kita mulai melakukannya dengan segala kerendahan diri dan ketidakmampuan kita di hadapan-Nya. Saya percaya kekuatan saya bisa bertahan menghadapi segala tantangan tahun lalu itu karena ada Tuhan yang selalu menyertai saya, ada Tuhan yang selalu menopang, menghibur dan mendengarkan segala doa-doa saya yang selalu saya panjatkan setiap harinya.
Rasa sepele atau memandang sesuatu/seseorang dengan sebelah mata pun harus mulai kita hindari, Seringkali yang saya temukan di tempat bimbel saya memang banyak yang sepele dengan mata pelajaran di luar Matematika, Fisika, Kimia. Tetapi saya mulai mengajak untuk berpikir lebih panjang dengan kehidupan yang akan dihadapi di masa depan. Berdasarkan apa yang telah saya alami di ITB selama satu semester dan mendapat mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah (Bahasa Indonesia), suatu hal yang sangat disesali jika tidak belajar Bahasa Indonesia dengan serius dulu di bimbel. Saya juga punya teman yang sempat disepelekan oleh tentor-tentor saya karena nilai-nilai TO-nya selalu jelek dan ia juga cukup sering dikatakan kurang serius, bahkan ada tentor yang meragukan kemampuannya untuk menghadapi ujian SBMPTN. Tetapi Tuhan telah membalikkan pikiran-pikiran manusia, nilai SBMPTN-nya jauh lebih tinggi daripada saya, bahkan saya rasa ia mampu masuk STEI ITB yang memiliki passing grade tertinggi se-Indonesia.
Akhirnya, saya dan teman-teman saya membuka sesi pertanyaan dengan adik-adik tersebut. Banyak sekali yang bertanya mengenai jalur undangan. Siapa memang yang tidak ingin lulus melalui jalur undangan? Semua orang ingin. Tapi saya juga ingin berpesan untuk tetap mempersiapkan diri dengan hal-hal terburuk yang akan dihadapi.
Ada banyak hal-hal yang saya alami, saya dengar selama satu tahun tersebut. Satu tahun itu memang sangat mendewasakan saya sehingga saya benar-benar siap untuk memasuki dunia baru, dunia kampus. Saya berharap dengan cerita-cerita itu, semoga mereka semua tetap bersemangat hingga "kemenangan" mereka tiba.
Medan, 9 Januari 2017
Saturday, December 31, 2016
Bersyukur Kepada-Nya part 2016
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena di awal 2016 aku
mulai mengenal ‘saat teduh’, waktuku untuk berbicara dengan-Nya, membaca
firman-Nya dan mengenal-Nya lebih dalam lagi.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku kembali beradaptasi
dengan lingkungan SMA-ku yang cukup kompetitif di saat dulu aku takut, bahkan
berkali-kali meminta untuk pindah sekolah.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku bisa menjalin
pertemanan yang cukup baik dengan orang-orang yang ada di kelas baruku dan
ternyata mereka memiliki talenta-talenta di luar dugaanku.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku bisa melalui
satu tahun terakhir SMA-ku dengan nilai yang cukup baik di saat aku pesimis
dengan hasilnya setelah melewati berbagai ujian tersebut.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena di rentang satu
tahun terakhirku di SMA, aku juga mengenal berbagai orang dari berbagai SMA di
kotaku yang selalu menghiburku saat lelah belajar serta berbagai tentor yang
selalu sabar mengajariku dan memotivasiku di bimbingan belajarku.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku tidak lulus
SNMPTN sehingga membuatku semakin termotivasi untuk menunjukkan kepada
orang-orang sekitarku bahwa aku bisa masuk PTN dengan kemampuanku sendiri.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah menambahkan
umurku dan masih dalam keadaan sehat.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah menjawab
doaku dengan memberiku pintu masuk ke ITB, salah satu institut terbaik di
Indonesia sehingga aku dapat membuat keluargaku bahagia, padahal kala aku
membuka pengumumannya, aku sedang terbaring lemah dan sakit dengan suhu badan
yang cukup tinggi dan tidak turun beberapa hari sebelum pengumuman tersebut.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah menjawab
doaku dengan hanya meluluskan aku melalui jalur SBMPTN dimana pilihan jurusanku
di jalur ini adalah Teknik Industri, sedangkan di pilihan jurusanku di jalur
ujian mandiri (Hubungan Internasional) aku tidak diluluskan sehingga aku tak
perlu lagi bingung untuk memilihnya jika aku lulus keduanya atau bingung
jurusan apa lagi yang harus aku pilih apabila aku tidak lulus keduanya.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena telah memberi abang
kakak yang rela mencarikanku kos di Bandung, datang dari Jakarta untuk
menjemputku di bandara, mengantarkanku ke tempat kos dan mempersiapkan berbagai
barang yang kuperlukan untuk bertahan hidup di Bandung.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena telah memberi teman
SMA-ku satu kos denganku sehingga di awal kedatanganku di Bandung, aku tidak
merasa kesepian.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah menunjukkan
manfaat dari berbagai kegiatan yang aku ikuti selama aku hidup. Karena aku ikut
OSIS di SMP, SMA dan sempat ikut AFS, aku memiliki banyak teman dan relasi di
ITB yang bisa menuntunku di kala aku kesusahan.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah
menempatkanku di Radio Kampus, unit yang sangat kusukai dan memiliki beragam
jenis orang-orang yang cukup sepikiran, sehati, sejiwa denganku.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah
mempertemukanku dengan teman-teman terbaikku yang dapat kuajak bermain, belajar
bersama, mengerjakan hal-hal lucu, aneh, seru bersama, bahkan salah satu di
antara mereka menjadi temanku setiap kali aku pergi ke gereja di Bandung dan
mereka semua satu unit denganku (Radio Kampus)
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah menamparku
di UTS I, mengingatkanku tujuan aku masuk ke kampus gajah ini.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah menarikku
kembali menjadi pelayan-Nya di organisasi mahasiswa Kristen ITB (PMK) di saat
aku bosan, jenuh menjadi pelayan-Nya selama beberapa tahun terakhir.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah
memperkenalkanku kepada orang-orang yang memiliki jiwa positif dan selalu
menyemangatiku secara tidak langsung untuk terus bersekutu kepadaNya.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku telah melewati
UTS II dengan hasil yang lebih baik daripada UTS I.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena Ia telah menjagaku
dan merawatku saat aku sakit selama satu tahun terakhir, padahal aku cukup
sering sakit-sakitan tetapi karena kasih-Nya aku masih bisa sehat dan mampu
melalui itu semua.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku telah
menyaksikan sendiri proses pernikahan abangku dari awal hingga akhir dan
membantunya beberapa kali walaupun saat itu aku merasa kurang sehat dan masih
harus kembali ke Bandung keesokan harinya.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku masih bisa
melayani di natal PMK ITB dan merasakan perayaan natal di salah satu gereja di
Bandung.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku masih menjalin
hubungan dengan keluarga angkatku di Belgia walaupun hanya beberapa kali.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena aku masih bisa merayakan Natal bersama keluargaku.
Aku bersyukur kepada Tuhan Yesus karena dalam waktu 7 jam lagi, aku akan melewati tahun 2016 yang penuh kenangan ini.
Wednesday, December 21, 2016
Stereotypes (Again)
Satu semester berkuliah di kampus gajah telah berakhir. Walaupun kurang dari enam bulan, banyak sekali kisah-kisah yang telah saya lalui, entah itu kisah sedih ataupun bahagia. Salah satu dari kisah-kisah tersebut adalah mengenai stereotype orang-orang atau lebih tepatnya, teman-teman baru saya di sini yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia terhadap kota dan sekolah asal saya.
Seperti yang kalian tahu, saya berasal dari Kota Medan dan beberapa orang bertanya kepada saya:
1. Kok lu gak ada aksen Medan-nya kaya orang-orang Medan lainnya atau kaya ... (nyebutin nama teman saya yang juga dari Medan)?
Saya cukup kesal sih, emang semua orang Medan harus punya aksen yang "batak" banget ya? Hhmm..
2. Kok lu pake 'lu-gua' juga sih?
Well, dari SMA, saya sebenernya udah pake 'lu-gua' karena suku Tionghoa yang merupakan mayoritas di SMA saya memakai 'lu-gua' juga atau lebih tepatnya kita lebih memakai 'lu-wa' sih HEHEH.
3. Di Medan banyak mall ga sih?
4. Medan itu dimana ya?
Kedua pertanyaan terakhir mungkin tidak perlu saya respon di sini.
Kemudian, beberapa orang juga bertanya saya berasal dari sekolah mana. Ketika saya bilang saya dari SMA Sutomo 1, mereka langsung bertanya:
1. Kamu Buddha?
2. Kamu kenapa ikut PMK (organisasi mahasiswa Kristen)? Kok gak ikut KMB (organisasi mahasiswa Budha)?
Saya tau memang kebanyakan siswa/i dari sekolah saya yang masuk ITB kebanyakan beragama Budha dan ikut KMB, tapi bukan berarti semuanya kan. SMA saya merupakan sekolah nasional yang tidak memihak pada agama manapun. Bahkan dari sekolah saya yang masuk kampus gajah ini juga ada yang Muslim, anyway.
3. Kamu Chinese ya?
OH PLEASE, ku ingin menangos.
4. Kamu pasti pinter! Ajarin dong.
Huft :(
Selamat Liburan Teman-Teman!
Seperti yang kalian tahu, saya berasal dari Kota Medan dan beberapa orang bertanya kepada saya:
1. Kok lu gak ada aksen Medan-nya kaya orang-orang Medan lainnya atau kaya ... (nyebutin nama teman saya yang juga dari Medan)?
Saya cukup kesal sih, emang semua orang Medan harus punya aksen yang "batak" banget ya? Hhmm..
2. Kok lu pake 'lu-gua' juga sih?
Well, dari SMA, saya sebenernya udah pake 'lu-gua' karena suku Tionghoa yang merupakan mayoritas di SMA saya memakai 'lu-gua' juga atau lebih tepatnya kita lebih memakai 'lu-wa' sih HEHEH.
3. Di Medan banyak mall ga sih?
4. Medan itu dimana ya?
Kedua pertanyaan terakhir mungkin tidak perlu saya respon di sini.
Kemudian, beberapa orang juga bertanya saya berasal dari sekolah mana. Ketika saya bilang saya dari SMA Sutomo 1, mereka langsung bertanya:
1. Kamu Buddha?
2. Kamu kenapa ikut PMK (organisasi mahasiswa Kristen)? Kok gak ikut KMB (organisasi mahasiswa Budha)?
Saya tau memang kebanyakan siswa/i dari sekolah saya yang masuk ITB kebanyakan beragama Budha dan ikut KMB, tapi bukan berarti semuanya kan. SMA saya merupakan sekolah nasional yang tidak memihak pada agama manapun. Bahkan dari sekolah saya yang masuk kampus gajah ini juga ada yang Muslim, anyway.
3. Kamu Chinese ya?
OH PLEASE, ku ingin menangos.
4. Kamu pasti pinter! Ajarin dong.
Huft :(
Selamat Liburan Teman-Teman!
Thursday, October 27, 2016
Welcome to Campus' Life :)
Sang fajar telah mulai bersinar...
Burung-burung nan indah mulai berkicau..
Sejuknya udara mulai menyelimuti sekujur tubuhku..
Selamat pagi, Bandungku!
Beberapa bulan yang lalu, setelah melewati berbagai rintangan, puji Tuhan aku mendapatkan pengumuman bahwa diriku diterima di salah satu institut terbaik yang dimiliki bangsa ini, yang banyak melahirkan penggerak-penggerak kemajuan Indonesia, Institut Teknologi Bandung (ITB).
Siapa yang tidak mau berkuliah di ITB?
Banyak orang bilang, mahasiswa-mahasiswa ITB merupakan pemuda-pemuda terbaik yang dimiliki bangsa ini. Banyak orang bilang, mahasiswa ITB merupakan pemuda-pemuda beruntung karena bisa mengenyam pendidikan terbaik. Banyak orang bilang, mahasiswa ITB merupakan pemuda-pemuda yang akan menjadi bagian dari sejarah kemajuan Indonesia. Benarkah?
Setelah merasakan menjadi mahasiswa, yang katanya, institut terbaik bangsa beberapa bulan ini, aku memang banyak belajar hal-hal baru lagi. Karena kebutuhan yang mendesak, aku harus belajar memasak, menyuci, membersihkan, mengatur waktu dan mengontrol diri. Aku benar-benar dituntut menjadi pribadi yang mandiri, yang kelak akhirnya juga hidup tidak terikat dengan orang lain.
Beradaptasi dengan kehidupan kampus yang menuntut menjadi insan yang unggul dalam pelajaran maupun kegiatan nonakademik membuat aku cukup kewalahan menghadapinya, sesuatu yang benar-benar baru bagiku. Terkadang, berfokus dalam satu hal saja itu salah, berfokus pada banyak hal juga salah. Kita memang benar-benar dituntut menjadi orang yang mampu beradaptasi dengan segala lingkungan, segala keadaan, dan segala manusia,
Sistem belajar di perkuliahan yang sangat berbeda dengan dulu juga tak luput menjadi sebuah tekanan bagiku, Memahami pelajaran di kelas tidaklah cukup bagi mahasiswa, Kita harus benar-benar menumbuhkan kesadaran dalam diri untuk terus haus akan ilmu. Buat orang yang dulu bisa menyombongkan diri akan kepintarannya di antara teman-temannya yang lain, mungkin perlu berpikir ulang lagi untuk menyombongkan diri ketika sudah terikat menjadi bagian dari kawah ganesha ini.
Saat ini, setiap orang benar-benar dituntut menjadi orang yang visioner, terutama dalam hal pekerjaan, Banyak orang mulai memperluas relasinya dengan yang lebih tua maupun lebih muda, dengan orang yang berbeda latar belakang, dengan orang yang berbeda sifat, perilaku dan mulai mengurangi rasa ego sendiri serta memusuhi orang yang tidak disukai seperti dulu saat masih di bangku sekolah, siapa yang tahu masa depan kita?
Kuliah di ITB bukanlah hal yang mudah. Banyak orang bilang, masuk sulit, di dalam sulit, keluar pun sulit juga. Doakan kami, para pengemban misi menuju Indonesia yang lebih baik!
Subscribe to:
Posts (Atom)