Saat saya dan teman-teman saya diberi kesempatan untuk berbicara dengan adik-adik disana, kami memulainya dengan perkenalan dan bertanya, akan kemana mereka melanjutkan studinya. Banyak yang menjawab ingin masuk ITB, ada pula yang ingin masuk UI, UGM! Semua yang mereka sebutkan merupakan universitas favorit di negeri ini. Saya pun mulai bercerita bahwa saya sempat ketinggalan setahun oleh teman-teman saya yang membuat saya sedikit cemburu ketika melihat teman-teman saya sudah memakai jaket almamater universitas mereka, pergi dengan baju bebas dan pulang ke kos masing-masing hingga larut malam karena mengerjakan tugas. Bermula dari situ yang membuat tekad saya untuk lebih serius dengan tahun "perjuangan" saya.
Ketika semester dua dimulai, saya semakin merasa tertekan dengan beban-beban yang ada pada saya. Walaupun saat itu masih bulan Januari, tapi saya sudah mulai merasakan atmosfer perang untuk mendapatkan kursi di PTN. Keluarga saya pun sangat berharap kepada saya karena saya adalah anak terakhir di keluarga saya dan ketiga kakak-abang saya sudah duduk di PTN-PTN yang cukup diminati oleh seluruh penjuru negeri. Jujur selama semester satu, ketika saya berdoa setiap malam, saya sering menyucurkan air mata, tetapi entah kenapa saat semester dua itu tak ada sedikit pun air mata yang menetes, rasanya perjuangan yang semakin berat itu tak tertangisi lagi oleh saya.
Hari demi hari berlalu, saat pengumuman I undangan (masuk tidaknya saya ke dalam 75% ranking paralel), saya dinyatakan tidak lulus. Dari situ, saya mulai menambah semangat belajar saya, tak lupa saya terus berdoa kepada Tuhan agar Ia memberikan yang terbaik kepada saya. Ketika melihat teman-teman saya yang lulus undangan, ada rasa sedikit "down' memang karena dulunya saya sering belajar bersama mereka, kini saya hanya belajar dengan beberapa orang saja, bahkan sempat sendiri. Sakit rasanya memang, tapi saya percaya Tuhan memiliki rencana yang besar buat saya.
Rasanya memang usaha saya sudah cukup besar, banyak orang yang mengatakan saya bahkan gila karena jam belajar saya hampir 24 jam, rumah hanya sebagai tempat singgah untuk tidur dan mandi yang semuanya jika dihitung hanya sekitar 5-6 jam saja di sana, selebihnya saya habiskan waktu di sekolah dan bimbel, begitu setiap harinya. Tetapi, saya juga cukup kecewa dengan hasil SBMPTN saya ketika diperiksa oleh tentor-tentor saya pada hari yang sama dengan ujian SBMPTN tersebut. Saya kira saya pasti tidak lulus. Kalau lulus, pasti di pilihan kedua atau ketiga.
Salah satu tentor saya pernah berkata di hari saya terakhir belajar di bimbel saya, "Apabila Tuhan telah membukakan pintu bagi kamu, tidak akan ada yang bisa menutupnya. Apabila Tuhan telah mengangkat kamu, tidak akan ada yang bisa menurunkanmu. Percayalah kepada-Nya." Puji Tuhan, mujizat itu nyata! Pernyataan dari tentor saya tersebut benar adanya dan kini saya lulus di FTI ITB melalui jalur SBMPTN.
Dulu saya sempat bergumul memang untuk mengambil jurusan IPA, IPS, atau IPC di ujian masuk PTN ini. Setelah saya mendoakannya, saya memilih jurusan IPA di SBMPTN dengan pilihan pertama FTI ITB dan IPC di Utul UGM dengan pilihan pertama HI. Setelah menjalani kedua ujian tersebut, saya merasa saya lebih bisa mengerjakan soal Utul UGM tersebut dan merasa percaya diri untuk masuk di Hubungan Internasional atau at least pilihan kedua (Teknik Industri) atau ketiga saya (Ilmu Komunikasi). Ternyata Tuhan memilihkan saya yang terbaik untuk lulus di SBMPTN dengan pilihan pertama saya dan Ia tidak membuat saya bingung lagi dengan tidak meluluskan saya di Utul UGM. Sampai saat ini saya memang merasa FTI merupakan pilihan terbaik buat saya dan saya sangat senang berada di sini.
Saya juga sempat bilang ke adik-adik tersebut untuk mulai mencari jurusan yang sesuai dengan keinginan dan kemampuan mereka dari sekarang karena memilih jurusan sangatlah lama menurut saya. Setelah itu mulai didoakan dan tak lupa untuk bilang ke orang tua pilihan mereka dan alasan memilihnya. Dukungan orang tua juga sangat kita perlukan. Puji Tuhan orang tua saya selalu mendukung saya apapun pilihan saya kalau memang menurut saya itu yang terbaik, Tetapi saya juga sempat menceritakan teman saya yang ingin sekali masuk suatu jurusan tetapi kedua orang tuanya kurang setuju dengan pilihan tersebut. Akhirnya dia memang tidak masuk ke jurusan yang diinginkannya, malah lulus di pilihan yang diinginkan oleh orang tuanya.
Mendekatkan diri dengan Yang Mahakuasa juga harus mulai dibina semenjak sekarang. Ini memang bukan berarti di saat mendesak seperti ini saja kita mulai melakukan ini, tapi memang sudah seharusnya kita mulai melakukannya dengan segala kerendahan diri dan ketidakmampuan kita di hadapan-Nya. Saya percaya kekuatan saya bisa bertahan menghadapi segala tantangan tahun lalu itu karena ada Tuhan yang selalu menyertai saya, ada Tuhan yang selalu menopang, menghibur dan mendengarkan segala doa-doa saya yang selalu saya panjatkan setiap harinya.
Rasa sepele atau memandang sesuatu/seseorang dengan sebelah mata pun harus mulai kita hindari, Seringkali yang saya temukan di tempat bimbel saya memang banyak yang sepele dengan mata pelajaran di luar Matematika, Fisika, Kimia. Tetapi saya mulai mengajak untuk berpikir lebih panjang dengan kehidupan yang akan dihadapi di masa depan. Berdasarkan apa yang telah saya alami di ITB selama satu semester dan mendapat mata kuliah Tata Tulis Karya Ilmiah (Bahasa Indonesia), suatu hal yang sangat disesali jika tidak belajar Bahasa Indonesia dengan serius dulu di bimbel. Saya juga punya teman yang sempat disepelekan oleh tentor-tentor saya karena nilai-nilai TO-nya selalu jelek dan ia juga cukup sering dikatakan kurang serius, bahkan ada tentor yang meragukan kemampuannya untuk menghadapi ujian SBMPTN. Tetapi Tuhan telah membalikkan pikiran-pikiran manusia, nilai SBMPTN-nya jauh lebih tinggi daripada saya, bahkan saya rasa ia mampu masuk STEI ITB yang memiliki passing grade tertinggi se-Indonesia.
Akhirnya, saya dan teman-teman saya membuka sesi pertanyaan dengan adik-adik tersebut. Banyak sekali yang bertanya mengenai jalur undangan. Siapa memang yang tidak ingin lulus melalui jalur undangan? Semua orang ingin. Tapi saya juga ingin berpesan untuk tetap mempersiapkan diri dengan hal-hal terburuk yang akan dihadapi.
Ada banyak hal-hal yang saya alami, saya dengar selama satu tahun tersebut. Satu tahun itu memang sangat mendewasakan saya sehingga saya benar-benar siap untuk memasuki dunia baru, dunia kampus. Saya berharap dengan cerita-cerita itu, semoga mereka semua tetap bersemangat hingga "kemenangan" mereka tiba.
Medan, 9 Januari 2017
Kak kok bisa keren banget gitu sih
ReplyDelete