Sunday, March 27, 2016

Titik Kehidupan: Peralihan Menjadi Orang yang Benar-Benar Orang

Saya telah sampai. Sampai di sebuah titik kehidupan dimana di saat inilah saya dan mungkin juga teman-teman seangkatan saya untuk menentukan tujuan, arah, jalan hidup kami masing-masing.

Saya masih ingat dulu pas pertama sekali masuk SD, saya didampingi oleh ibu saya. Saya sangat takut sekali saat itu, saya rasa kalian juga merasakan hal yang sama dulu. Pagi-pagi saya bilang ke ibu saya untuk selalu berada di dekat kelas saya walaupun saya sudah masuk pelajaran. Setelah beberapa menit mengikuti pelajaran dari guru saya, saya menoleh ke arah luar kelas, ibu saya tidak ada lagi. Saya pun mulai menangis.

Hari demi hari, tahun demi tahun, saya mulai merasakan arti sebuah pendidikan. Suka duka selama hampir 12 tahun tentu ada. Pukulan, amarah, baik dari guru maupun dari orang tua pernah saya dapat. Tapi di balik itu semua, saya percaya memang selalu ada hal positifnya.

Selama 12 tahun pula saya dibimbing, diarahkan oleh orang tua dan guru bagaimana menjadi manusia yang lebih baik. Saya masih ingat, dulu malas sekali mengerjakan PR atau belajar untuk ujian, dsb. Tapi berkat guru dan orang tua, akhirnya saya sadar bahwa pendidikan itu memang penting untuk masa depan saya.

Bersosialisasi adalah hal favorit saya selama mengenyam pendidikan! Banyak sekali kenangan-kenangan bersama teman-teman yang tak akan pernah saya lupakan. Saya masih ingat, bagaimana teman saya mengajari saya untuk mengambil angkot dari SD ke rumah. Pas SD juga, saya sering bermain ke rumah teman saya (maaf, dari kecil saya memang sudah kelihatan punya kaki yang panjang hehe). Saat SMP pula saya terpilih menjadi Ketua OSIS dan SMA juga menjadi Ketua OSIS I dan menjadi bagian dari organisasi siswa Kristen. Banyak hal-hal yang saya dapatkan bersama mereka semua. Mereka telah mewarnai dunia saya. Siapapun itu, aku berterima kasih atas apapun yang pernah kita lakukan dulu.

Tak terasa memang, sekarang saya sudah duduk di kelas 12. Minggu depan saya akan mengikuti ujian nasional dan saatnya melepaskan 'seragam'. Selama hampir satu tahun di kelas 12, pikiran saya pun dihantui oleh berbagai pertanyaan: Apa yang akan saya lakukan nanti?

Kedua orang tua saya memberikan kebebasan kepada saya untuk menentukan jalan hidup saya. Apapun yang akan saya lakukan, asalkan itu baik, pasti akan mereka dukung katanya. Jujur kegelisahan memilih jurusan kuliah masih ada di dalam diri saya sampai saat ini. Banyak sekali teman-teman saya yang sudah dari dulu memikirkan atau merencanakan masa depan mereka dan tidak sedikit dari mereka yang sudah mendapat surat pernyataan dari berbagai universitas, baik di luar maupun di dalam negeri bahwa mereka diterima untuk belajar di sana. Sembari mendengar berita-berita sukacita mereka, aku pun masih terus berpikir, ke manakah aku harus pergi?

Kini saya memang semakin disadarkan, sebenarnya saya ini siapa, apa kelemahan dan kelebihan yang saya miliki. Tetapi sering sekali saya temukan hambatan dan kemudian perlahan-lahan mundur dari yang namanya "mencoba". Di sekolah saya punya seorang teman yang sangat senang menceritakan masa depan. Berbagai cerita manis dan kadang pahit diucapkannya setiap hari. Mendengar ceritanya, saya sangat merasa iri. Dia punya rasa "mencoba" yang bisa dibilang level tingkat dewa kata orang-orang. Sedangkan saya? Kadang saya berpikir, apa karena mungkin saya trauma karena pernah sekali dalam hidup saya, saya sudah sangat menginginkan sesuatu dan percaya pasti akan mendapatkannya, tetapi ternyata hasilnya nihil, gagal, tidak sesuai dengan hati saya.

Saya sadar bahwa saya memang harus bangkit dari yang namanya kegagalan. Saya sadar bahwa saya harus mulai membuat sebuah tujuan hidup agar saya bisa mulai merancang kehidupan masa depan saya, agar saya bisa memahami rintangan-rintangan yang harus saya lalui, agar saya mulai mempersiapkan mental untuk menghadapi rintangan tersebut.

Maaf, jika saya terlalu abstrak menuliskan postingan ini. Saya memang hanya ingin mengingatkan saya sendiri dan kalian semua bahwa kelas 12 memang sebuah tantangan di detik-detik terakhirnya, karena siap tidak siap, kita harus mulai menggambar kehidupan masa depan kita.